Blogger Widgets

Sabtu, 15 Februari 2014

cerpen


Pesan Terakhir


            Pagi ini ku langkahkan kaki untuk menelusuri jalan menuju sekolahku, meskipun udara pagi ini sangat sejuk tapi rasanya aku benar-benar malas pergi kesekolah. Karena takut dimarahi ayah maka  kupaksakan diri untuk berangkat kesekolah. Sesampai disana suasana sekolah masih sepi. Kutelusuri lapangan basket untuk sampai ke kelas. Sesampai dikelas ku lihat beberapa temanku yang sedang sibuk dengan urusan mereka masing-masing, Ina sedang  bermain bersama leptopnya, Indra sedang asyik dengan kameranya, dan kulihat Karisa teman sebangku ku yang sedang sibuk mengerjakan PR matematika. Tiba-tiba karisa bertanya kepadaku
 “Win, apakah kamu sudah mengerjakan PR MTK? “
Aku menjawab dengan nada lesuh
 “Sudah”
“Aku pinjam boleh gak? Dari tadi aku menghitung tapi tidak ketemu hasilnya” Karisa terlihat sangat prustasi.
“Yasudah, nih lihat saja!” Ku kasih buku mtk ku kepada karisa, lalu ku duduk disampingnya.
Karisa dengan semangat mencatat jawaban mtk itu, karena tidak ada waktu lagi  untuk dia mengerjakan sendiri, karena bel masuk akan segera berbunyi.
          Disepanjang pelajaran aku sangat lesu, hari ini aku benar-benar tak bersemangat, dipikiranku selalu teringat oleh ayah dirumah. Aku memikirkan kondisinya yang semakin hari semakin lemah. Dicelah lamunanku tiba-tiba Karisa menepuk pundakku. Aku pun terkejut
“Ah, ada apa sa? Kamu ini bikin aku kaget saja!”
“Seharusnya aku yang bertanya kepadamu, ada apa dengan kamu, dari tadi pagi muka mu terlihat lesu sekali, ayo cerita denganku!” Muka karisa terlihat khawatir terhadap keadaanku.
“Tidak ada apa-apa, hari ini aku hanya malas melakukan hal apapun”
Karisa adalah teman yang sangat baik, aku pun sudah menganggap dia seperti saudara ku sendiri. Jadi aku tidak ingin membuat ia khawatir dengan kondisi ayahku.
“Yasudah Win, kalau kamu baik-baik saja syukurlah! Aku legah mendengarnya.” Karisa tersenyum manis kepadaku.
          Ketika bel pulang sekolah berbunyi, aku cepat-cepat merapihkan buku di mejaku. Aku ingin pulang cepat, aku ingin melihat kondisi ayah. Sesampai dirumah kubuka pintu kamar ayah dan kulihat ia baik-baik saja, lega lah hatiku ini! Aku menyapa ayah dan memeluk dia erat-erat. Aku benar-benar sayang kepadanya.
“Ada apa win? Dateng-dateng ko langsung meluk ayah?” Ayah terlihat heran dengan sikapku
“Tidak ada apa-apa. Aku hanya kangen ayah” aku memeluknya lebih erat lagi.
“Sudah sana mandi, ini sudah sore anak perempuan tidak baik mandi malam.” Ayah berkata dengan lembut
“Tapi aku masih mau disamping ayah” Akupun merengek seperti anak kecil.
“Sudahlah cepat mandi! Ayah tidak kemana-mana sayang”
Mendengar perkataan ayah tadi, aku pun melepaskan pelukan ku dari tubuh ayah dan bergegas untuk mandi dan membersihkan rumah.
          Keesokan harinya sebelum berangkat ke sekolah, kusempatkan waktu untuk membuat makanan untuk ayah. Selesai memasak aku mencari ayah di kamarnya, hatiku senang sekali karena pagi ini aku bisa membuat makanan untuk ayah. Ketika ku buka pintu, kulihat kamar ayah dalam keadaan kosong, tak kutemukan ayah dalam kamar itu. Akupun panik, kutaruh makanan itu dimeja kamar ayah dan aku pun buru-buru mencari ayah disekitar rumah, kuteriakan nama ayah dimana-mana “ayah.....ayah.....ayah dimana kamu?” Jantungku pun berdetak begitu cepat, aku takut terjadi sesuatu kepada ayah. Lalu tiba-tiba aku teringat pada sebuah taman kecil dibelakang rumahku, taman itu adalah tempat dimana aku dan ayah selalu bermain bersama sewaktu aku masih kecil. Tanpa pikir panjang ku langkahkan kaki ku dengan cepat menuju taman itu.
          Ketika sampai disana ku pandangi taman itu, taman kecil itu masih sama seperti waktu umurku 5 tahun lalu, ketika mataku menangkap sesosok lelaki paruh baya yang sedang duduk dibangku taman. Aku pun mencoba mendekatinya, ternyata benar dia adalah ayahku. Aku pun duduk disampingnya dengan nafas yang terengah-engah. Ketika itu aku dan ayah hanya terdiam saja, tidak ada satu kata pun yang kami ucapkan. Suasana begitu sepi hanya suara burung yang saling bersautan yang terdengar. Dalam pikiranku saat itu, aku lega karena orang yang berarti dalam hidupku telah kutemukan dalam keadaan baik-baik saja.
          Tiba- tiba ayah menunjuk sesuatu di sebelah kanan tubuhnya, ketika ku lihat ternyata ayah menunjuk sebuah ayunan yang sudah usang. Dia pun berkata dengan lembut “Ingatkah engkau putri kecil ku, waktu itu engkau pernah menangis dibawah ayunan itu karena engkau terjatuh?”
Aku pun mencoba mengigat kejadian itu
“Emmm...aku ingat yah! Ketika aku menagis ayah mendekapku dengan erat dan ayah pun berkata kepadaku bahwa ayah tidak ingin melihat putri kecilnya terluka, maka ayah langsung menggendongku pulang kerumah.”
“Alhamdulilah, jika engkau mengigat hal itu, berarti kenangan tentang ayah begitu erat menempel didalam pikiranmu, jangan pernah lupakan semua kenangan itu ya gadis kecil ku.” Tiba-tiba ayah memelukku dengan erat.
“Aku pasti ingat  semua hal terindah bersama ayah” Air mata pun tiba-tiba menitik dipipiku. Ketika kulihat jam tangan ternyata jam sudah menunjukan pukul 06.25, aku pun kaget dan langsung meminta izin kepada ayah untuk berangkat kesekolah, aku hanya memiliki waktu 5 menit untuk sampai kesekolah agar tidak terlambat.
          Sepanjang perjalanan aku berlari untuk sampai kesekolah, untungnya sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah, ku langkahkan kaki itu dengan sangat cepat untuk mengejar waktu yang berjalan dengan cepat pula. Disaat aku berlari tiba-tiba sebuah motor merah berhenti tepat didepanku, akupun kesal karena ia telah memotong jalanku.
“Eh, ngapain kamu berhentiin motor seenaknya gitu?”
“Kamu winda kan anak XI IPA B?” Cowo itu memasanag muka sok tau.
“Iya, ko kamu bisa tau nama dan kelas ku?” Akupun heran mengapa ia bisa mengetahui nama dan kelasku sedangkan aku tidak mengenalnya.
“Sudah jangan banyak tanya, ayo cepat naik! Waktu kita untuk sampai sekolah hanya 2 menit lagi.”
Tanpa pikir panjang akupun langsung menaiki motor merah itu, aku takut dihukum oleh ibu wati yang super galak karena aku terlambat. Ketika aku dan cowo itu memasuki gerbang, bel masuk pun berbunyi. Legalah hatiku ternyata aku tidak terlambat. Tanpa mengucapkan terimakasih kepada cowo itu akupun buru-buru menuju ruang kelasku.
          Bel istirahat pun berbunyi, muka anak-anak pun terlihat begitu senang, karena ketika bel istirahat berbunyi berarti penyiksaan kita oleh pelajaran mtk yang dapat membuat otak mendidih akan berakhir. Aku dan karisa langsung bergegas menuju kantin untuk mengisi perut yang dari tadi berbunyi. Ketika dikantin ada sesosok cowo mendekatiku dan menyodorkan tangannya didepan ku sambil berkata “ Hallo Winda, nama ku Dany aku anak XII IPS E, kamu pasti tidak kenal denganku kan? Hahahaha...” Dia pun tertawa dengan riang.
“Maaf ya aku tidak mengenalmu sebelumnya, oh ya makasih juga untuk tumpangan tadi pagi, maaf tadi aku langsung pergi” Akupun menyambut uluran tangannya.
          Sejak kejadian itulah akupun menganal Dany, sekarang aku dan Dany pun menjadi teman yang sangat dekat, setiap hari Dany selalu berangkat dan pulang  bersama ku. Disekolah pun Dany sering datang ke kelas ku, kita kekantin bareng dan banyak hal yang kita lakukan bersama. Aku sangat senang memiliki teman seperti Dany, malahan Dany sudah ku anggap sebagai kakak ku sendiri. Suatu ketika Dany mengajak ku pergi ke taman, aku tidak tau apa yang Dany ingin lakukan di taman ketika sore hari itu, sebenarnya aku sangat malas untuk pergi ketaman tetapi karena Dany memaksa akhirnya akupun mau ikut dengan dia. Ketika aku sedang memperhatikan kolam ikan yang ada di taman itu, tiba-tiba Dany berbicara sesuatu kepada ku,
“Win tau kah kamu tentang perasaan aku selama ini kepada mu?”
“Tidak, tapi aku pikir kamu sayang sama aku karena kamu sudah menganggap aku seperti adikmu, benar kan?” Aku menjawab pertnyaan itu dengan santay.
“Iya aku sayang sama kamu, tapi rasa sayang ini bukan sekedar untuk aku menganggapmu seperti adikku, rasa sayang ini berbeda win, rasa sayang ini sudah menjadi rasa cinta, aku mencintaimu Win! Apakah kamu mau menjadi kekasih ku? Kumohon Win, jangan tolak permintaan ini, aku tak tau jika kamu menolaknya,  apakah aku kuat merasakan sakitnya hati ini!”
perkataan Dany benar-benar membuat aku kaget sekali, seseorang yang ku anggap seperti kakak ku sendiri ternyata mencintai ku. Tapi karena aku tidak ingin menyakitinya maka aku pun memutuskan mau menjadi kekasihnya.
          Selama aku pacaran dengan Dany hari-hari ku tidak kalah bahagi seperti dulu aku berteman dengannya. Kami sering menghabiskan waktu bersama. Kami juga sering jalan-jalan sehabis pulang sekolah. Dany sangat perhatian denganku, aku merasa bahagia sekali bisa diperhatikan oleh Dany, aku benar-benar menyayanginya. Setiap waktu luang yang ku miliki, kuhabiskan bersama Dany. Aku sering pulang sekolah sampai larut malam karena sangkin asyiknya bermain bersama Dany. Yang ada dipikaran ku saat itu hanyalah Dany,Dany dan Dany orang yang paling menyayangiku. Ketika itu Dany mengajak ku bermain basket, aku pun mau ikut dengan dia, dia mengajarkan ku basket dengan begitu sabar. Tapi karena aku memang tidak terbiasa main basket, baru sebentar saja aku main akupun langsung kecapean. Dany mentertawakan ku terus-menerus dan mengejek ku.
“ Aduhh cemen nih, baru segitu aja udah cape, dasar anak manja yang sukanya main sama ayah ditaman hehehehe”
Ketika mendengar perkataan Dany tentang ayah, aku pun teringat kepadanya, aku merasa tersadarkan akan hal itu, apa kabar ayahku saat ini? sudah lama aku tidak menghabiskan waktu dengan dia. Aku selalu pulang malam dan suasana rumah pun sudah sepi dan ayah pun sudah tidur, aku juga tidak pernah menjenguk atau melihat ayah dikamarnya. Tiba-tiba perasaan ku tidak enak, akupun cepat-cepat mengajak Dany pulang, sebenarnya Dany tidak mau pulang buru-buru tetapi aku memaksanya dan ia pun mau mengantarkan aku pulang meski raut mukanya agak sedikit sebal.
Sesampai dirumah kubuka pintu rumahku perlahan, kulihat seisi rumah yang sangat kotor karena sudah lama tidak dibersihkan, debu pun menempel dimana-mana. Sudah sebulan terakhir ini aku tidak pernah membersihkan rumah. Aku selalu pulang malam dan langsung tertidur karena kecapean bermain bersama Dany. Aku pun mulai merapihkan rumah terlebih dahulu sebelum melihat ayah di kamar, aku tau ayahku berada di dalam kamar karena suara batuknya terdengar oleh ku. kurapihkan seisi rumah itu dengan sangat rapih, sampai ku dengar adzan magrib sudah berkumandang. Mendengar adzan magrib akupun langsung bergegas mandi dan langsung menjalankan ibadah shalat. Sesudah shalat tiba-tiba terdengar suara  “PRANKKKK”, seperti suara gelas jatuh dari kamar ayahku. Aku cepat-cepat mendatangi kamar ayahku, dengan rasa kekhawatiran yang tinggi kerena aku tau ayahku dalam keadaan yang tak sehat.
          Aku membuka pintu kamarnya dan terlihat pecahan beling berserakan di lantai.
“ Ada apa yah?”  aku bertanya dengan rasa kekhawatiran yang tinggi.
“Tidak ada apa-apa win, hanya tadi ayah mau minum tak sengaja gelasnya jatuh. Kamu belum tidur Win?” Ayah menjawab dengan nada suara yang lemah.
“Aku belum ngantuk yah!” Aku menjawab pertanyaan ayah sambil merapihkan pecahan beling yang berserakan.
“Oh begitu, bisakah kamu duduk disamping ayah Win?” memandang ku dengan tatapan penuh arti.
“Tentu yah, memang ada apa?” aku menjawab dengan nada penasaran.
“Tidak ada apa-apa, ayah hanya ingin berada didekatmu saat ini dan kalau bisa ayah ingin selalu berada didekatmu selamanya karena kamu satu-satunya putri yang ku miliki, maka aku pun sangat menyayangi kamu.” Sambil menghelus-helus rambutku.
“Maafkan aku ayah karena sebulan kebelakangan ini aku telah mengabaikan ayah, aku janji sekarang akan merawat ayah dengan baik” Air mata penyesalan pun mengalir dengan derasnya.
“Iya tidak apa-apa Win, ayah melihat kamu selama ini bahagia dengan teman cowo mu itu yang sering menjemput dan mengantarkan mu pulang, ayah bahagia asalkan kamu bahagia juga sayang” ayah tersenyum manis didepanku.
“Aku akan selalu ada disisimu ayah, jadi ayah jangan khawatir, dan perlu ayah tau, ayah adalah seorang yang sangat berarti bagiku karena ayah telah menjadi orang tua tunggal setelah kepergian ibu.” Isakan tangis ku semangkin keras terdengar, rasanya begitu sakit mengigat hal itu. Memang aku telah ditinggal oleh ibuku sejak aku baru lahir, mungkin bisa dibilang aku penyebab kematian ibuku karena ibuku meninggal setelah melahirkan ku kedunia ini, maka aku tidak pernah merasakan kehangatan kasih sayang ibu dan hangatnya pelukan yang ia berikan untuk aku.
Aku sempat terdiam dan ayah melanjutkan percakapan yang sempat terhenti tadi.
“Iya Win, tapi mungkin ayah yang tidak bisa berada didekat kamu seumur hidupmu, Karena penyakit ini terus mengerogoti ayah, jadi bila ayah tak bersamamu lagi, tolong kamu tetap menjalani hidup ini dengan semangat dan gapailah cita-cita yang selama ini kamu idamkan menjadi seorang dokter”
Ayah berkata dengan setetes air mata yang jatuh dari matanya.
Memang ayahku selama ini mengidam kanker paru-paru dan sudah berobat ke puluhan dokter namun tidak sembuh juga. Itulah sebabnya aku ingin menjadi seorang dokter karena aku ingin menyembuhkan penyakit ayahku.
“Ayah jangan berbicara sembarangan ah! Ayah harus kuat menghadapi penyakit ini karena aku gak mau kehilangan ayah!” perkataan ayahku tadi memecahkan tangis ku lagi, karena aku tidak ingin kehilangan dia.
“Iya cantik, itu kan hanya pesan ayah saja. Ayah juga akan berusaha untuk melawan penyakit ini, sudahlah kamu jangan menangis!” ayah mencoba menenagkan aku agar aku tidak menangis lagi.
“Iya yah, aku tidak akan menangis lagi, tapi ayah janji ayah gak boleh ngomong seperti itu lagi” Aku menjawab dengan penuh harapan.
“Iya ayah janji! Sudah malam, sana cepat kamu tidur!”
“Iya yah, aku akan tidur!” aku bergegas pergi dari kamar ayahku.
Sebenarnya aku tidak ingin meningalkan ayahku, aku ingin lebih lama disampingnya karena saat berada didekatnya aku merasa senang lebih bahagia dari pada aku dekat dengan Dany.
          Malampun berlalu, keesokan paginya ketika ku ingin mengantarkan makanan ke kamar ayah, tak terdengar suara apapun dari kamar itu, padahal biasanya selalu terdengar suara batuk ayahku. Dengan rasa heran aku mencoba membuka kamar ayahku dengan perlahan dan kulihat disekeliling kamar ayahku dengan suasana yang begitu sepi dan ketika pandanganku terarah oleh ranjang tempat tidur ayah yang berada disebelah kananku, aku melihat ayahku sudah terbujur kaku tanpa sedikitpun nafas yang ia hembuskan.
          Tangispun memecah, air mata tak berhenti–henti keluar dari mataku, sekujur tubuhku pun kaku, hatiku begitu sakit sekali mengetahui hal ini, mulutku seakan terkunci hanya air mata yang dapat menceritakan betapa hancurnya perasaanku ini. Aku tak tau apa yang terjadi setelah aku meninggalkan kamar ayahku tadi malam. Semalam adalah pertemuan terakhirku dengan ayah dan masih ku ingat pesan darinya agar aku menjalani hidup ini dengan semangat dan aku harus mengapai cita-citaku menjadi seorang dokter. Sempat kusesali kelakuan bodoh ku yang pernah melupakan ayah karena kedekatan ku dengan Dany, padahal Dany bukanlah sesosok lelaki yang pantas untuk aku sayangi, karena Karisa sempat bercerita kepadaku bahwa Dany sempat mengutarakan perasaan cinta juga kepada Karisa, tapi karena aku sedang tertipu oleh cinta Dany maka akupun tidak percaya dengan Karisa, akupun memusuhi dia karena menurutku dia penghianat.
          Namun saat ini aku tak tau apakah aku kuat hidup didunia ini tanpa ayah disampingku? Mungkin takdir tidak dapat ditolak dan waktupun tidak bisa diputar ulang sehingga aku harus dapat menerima keadaan ini meski berat rasanya karena aku tidak memiliki siapa-siapa lagi di dunia ini, karena ayah dan ibuku meningalkan ku sendiri di dunia ini.