Pesan Terakhir
Pagi ini ku langkahkan kaki untuk menelusuri jalan
menuju sekolahku, meskipun udara pagi ini sangat sejuk tapi rasanya aku
benar-benar malas pergi kesekolah. Karena takut dimarahi ayah maka kupaksakan diri untuk berangkat kesekolah.
Sesampai disana suasana sekolah masih sepi. Kutelusuri lapangan basket untuk
sampai ke kelas. Sesampai dikelas ku lihat beberapa temanku yang sedang sibuk
dengan urusan mereka masing-masing, Ina sedang
bermain bersama leptopnya, Indra sedang asyik dengan kameranya, dan
kulihat Karisa teman sebangku ku yang sedang sibuk mengerjakan PR matematika.
Tiba-tiba karisa bertanya kepadaku
“Win, apakah kamu sudah mengerjakan PR MTK? “
Aku
menjawab dengan nada lesuh
“Sudah”
“Aku
pinjam boleh gak? Dari tadi aku menghitung tapi tidak ketemu hasilnya” Karisa
terlihat sangat prustasi.
“Yasudah,
nih lihat saja!” Ku kasih buku mtk ku kepada karisa, lalu ku duduk
disampingnya.
Karisa
dengan semangat mencatat jawaban mtk itu, karena tidak ada waktu lagi untuk dia mengerjakan sendiri, karena bel
masuk akan segera berbunyi.
Disepanjang pelajaran aku sangat lesu,
hari ini aku benar-benar tak bersemangat, dipikiranku selalu teringat oleh ayah
dirumah. Aku memikirkan kondisinya yang semakin hari semakin lemah. Dicelah
lamunanku tiba-tiba Karisa menepuk pundakku. Aku pun terkejut
“Ah,
ada apa sa? Kamu ini bikin aku kaget saja!”
“Seharusnya
aku yang bertanya kepadamu, ada apa dengan kamu, dari tadi pagi muka mu
terlihat lesu sekali, ayo cerita denganku!” Muka karisa terlihat khawatir
terhadap keadaanku.
“Tidak
ada apa-apa, hari ini aku hanya malas melakukan hal apapun”
Karisa
adalah teman yang sangat baik, aku pun sudah menganggap dia seperti saudara ku
sendiri. Jadi aku tidak ingin membuat ia khawatir dengan kondisi ayahku.
“Yasudah
Win, kalau kamu baik-baik saja syukurlah! Aku legah mendengarnya.” Karisa
tersenyum manis kepadaku.
Ketika bel pulang sekolah berbunyi,
aku cepat-cepat merapihkan buku di mejaku. Aku ingin pulang cepat, aku ingin
melihat kondisi ayah. Sesampai dirumah kubuka pintu kamar ayah dan kulihat ia
baik-baik saja, lega lah hatiku ini! Aku menyapa ayah dan memeluk dia
erat-erat. Aku benar-benar sayang kepadanya.
“Ada
apa win? Dateng-dateng ko langsung meluk ayah?” Ayah terlihat heran dengan
sikapku
“Tidak
ada apa-apa. Aku hanya kangen ayah” aku memeluknya lebih erat lagi.
“Sudah
sana mandi, ini sudah sore anak perempuan tidak baik mandi malam.” Ayah berkata
dengan lembut
“Tapi
aku masih mau disamping ayah” Akupun merengek seperti anak kecil.
“Sudahlah
cepat mandi! Ayah tidak kemana-mana sayang”
Mendengar
perkataan ayah tadi, aku pun melepaskan pelukan ku dari tubuh ayah dan bergegas
untuk mandi dan membersihkan rumah.
Keesokan harinya sebelum berangkat ke
sekolah, kusempatkan waktu untuk membuat makanan untuk ayah. Selesai memasak
aku mencari ayah di kamarnya, hatiku senang sekali karena pagi ini aku bisa
membuat makanan untuk ayah. Ketika ku buka pintu, kulihat kamar ayah dalam
keadaan kosong, tak kutemukan ayah dalam kamar itu. Akupun panik, kutaruh
makanan itu dimeja kamar ayah dan aku pun buru-buru mencari ayah disekitar
rumah, kuteriakan nama ayah dimana-mana “ayah.....ayah.....ayah dimana kamu?”
Jantungku pun berdetak begitu cepat, aku takut terjadi sesuatu kepada ayah.
Lalu tiba-tiba aku teringat pada sebuah taman kecil dibelakang rumahku, taman
itu adalah tempat dimana aku dan ayah selalu bermain bersama sewaktu aku masih
kecil. Tanpa pikir panjang ku langkahkan kaki ku dengan cepat menuju taman itu.
Ketika sampai disana ku pandangi taman
itu, taman kecil itu masih sama seperti waktu umurku 5 tahun lalu, ketika
mataku menangkap sesosok lelaki paruh baya yang sedang duduk dibangku taman.
Aku pun mencoba mendekatinya, ternyata benar dia adalah ayahku. Aku pun duduk
disampingnya dengan nafas yang terengah-engah. Ketika itu aku dan ayah hanya
terdiam saja, tidak ada satu kata pun yang kami ucapkan. Suasana begitu sepi
hanya suara burung yang saling bersautan yang terdengar. Dalam pikiranku saat
itu, aku lega karena orang yang berarti dalam hidupku telah kutemukan dalam
keadaan baik-baik saja.
Tiba- tiba ayah menunjuk sesuatu di
sebelah kanan tubuhnya, ketika ku lihat ternyata ayah menunjuk sebuah ayunan
yang sudah usang. Dia pun berkata dengan lembut “Ingatkah engkau putri kecil
ku, waktu itu engkau pernah menangis dibawah ayunan itu karena engkau
terjatuh?”
Aku
pun mencoba mengigat kejadian itu
“Emmm...aku
ingat yah! Ketika aku menagis ayah mendekapku dengan erat dan ayah pun berkata
kepadaku bahwa ayah tidak ingin melihat putri kecilnya terluka, maka ayah
langsung menggendongku pulang kerumah.”
“Alhamdulilah,
jika engkau mengigat hal itu, berarti kenangan tentang ayah begitu erat
menempel didalam pikiranmu, jangan pernah lupakan semua kenangan itu ya gadis
kecil ku.” Tiba-tiba ayah memelukku dengan erat.
“Aku
pasti ingat semua hal terindah bersama
ayah” Air mata pun tiba-tiba menitik dipipiku. Ketika kulihat jam tangan ternyata
jam sudah menunjukan pukul 06.25, aku pun kaget dan langsung meminta izin kepada
ayah untuk berangkat kesekolah, aku hanya memiliki waktu 5 menit untuk sampai
kesekolah agar tidak terlambat.
Sepanjang perjalanan aku berlari untuk
sampai kesekolah, untungnya sekolahku tidak terlalu jauh dari rumah, ku
langkahkan kaki itu dengan sangat cepat untuk mengejar waktu yang berjalan
dengan cepat pula. Disaat aku berlari tiba-tiba sebuah motor merah berhenti tepat
didepanku, akupun kesal karena ia telah memotong jalanku.
“Eh,
ngapain kamu berhentiin motor seenaknya gitu?”
“Kamu
winda kan anak XI IPA B?” Cowo itu memasanag muka sok tau.
“Iya,
ko kamu bisa tau nama dan kelas ku?” Akupun heran mengapa ia bisa mengetahui
nama dan kelasku sedangkan aku tidak mengenalnya.
“Sudah
jangan banyak tanya, ayo cepat naik! Waktu kita untuk sampai sekolah hanya 2
menit lagi.”
Tanpa
pikir panjang akupun langsung menaiki motor merah itu, aku takut dihukum oleh
ibu wati yang super galak karena aku terlambat. Ketika aku dan cowo itu
memasuki gerbang, bel masuk pun berbunyi. Legalah hatiku ternyata aku tidak
terlambat. Tanpa mengucapkan terimakasih kepada cowo itu akupun buru-buru
menuju ruang kelasku.
Bel istirahat pun berbunyi, muka
anak-anak pun terlihat begitu senang, karena ketika bel istirahat berbunyi
berarti penyiksaan kita oleh pelajaran mtk yang dapat membuat otak mendidih
akan berakhir. Aku dan karisa langsung bergegas menuju kantin untuk mengisi
perut yang dari tadi berbunyi. Ketika dikantin ada sesosok cowo mendekatiku dan
menyodorkan tangannya didepan ku sambil berkata “ Hallo Winda, nama ku Dany aku
anak XII IPS E, kamu pasti tidak kenal denganku kan? Hahahaha...” Dia pun
tertawa dengan riang.
“Maaf
ya aku tidak mengenalmu sebelumnya, oh ya makasih juga untuk tumpangan tadi
pagi, maaf tadi aku langsung pergi” Akupun menyambut uluran tangannya.
Sejak kejadian itulah akupun menganal
Dany, sekarang aku dan Dany pun menjadi teman yang sangat dekat, setiap hari Dany
selalu berangkat dan pulang bersama ku. Disekolah
pun Dany sering datang ke kelas ku, kita kekantin bareng dan banyak hal yang
kita lakukan bersama. Aku sangat senang memiliki teman seperti Dany, malahan Dany
sudah ku anggap sebagai kakak ku sendiri. Suatu ketika Dany mengajak ku pergi
ke taman, aku tidak tau apa yang Dany ingin lakukan di taman ketika sore hari
itu, sebenarnya aku sangat malas untuk pergi ketaman tetapi karena Dany memaksa
akhirnya akupun mau ikut dengan dia. Ketika aku sedang memperhatikan kolam ikan
yang ada di taman itu, tiba-tiba Dany berbicara sesuatu kepada ku,
“Win
tau kah kamu tentang perasaan aku selama ini kepada mu?”
“Tidak,
tapi aku pikir kamu sayang sama aku karena kamu sudah menganggap aku seperti
adikmu, benar kan?” Aku menjawab pertnyaan itu dengan santay.
“Iya
aku sayang sama kamu, tapi rasa sayang ini bukan sekedar untuk aku menganggapmu
seperti adikku, rasa sayang ini berbeda win, rasa sayang ini sudah menjadi rasa
cinta, aku mencintaimu Win! Apakah kamu mau menjadi kekasih ku? Kumohon Win,
jangan tolak permintaan ini, aku tak tau jika kamu menolaknya, apakah aku kuat merasakan sakitnya hati ini!”
perkataan
Dany benar-benar membuat aku kaget sekali, seseorang yang ku anggap seperti
kakak ku sendiri ternyata mencintai ku. Tapi karena aku tidak ingin menyakitinya
maka aku pun memutuskan mau menjadi kekasihnya.
Selama aku pacaran dengan Dany
hari-hari ku tidak kalah bahagi seperti dulu aku berteman dengannya. Kami
sering menghabiskan waktu bersama. Kami juga sering jalan-jalan sehabis pulang
sekolah. Dany sangat perhatian denganku, aku merasa bahagia sekali bisa
diperhatikan oleh Dany, aku benar-benar menyayanginya. Setiap waktu luang yang
ku miliki, kuhabiskan bersama Dany. Aku sering pulang sekolah sampai larut
malam karena sangkin asyiknya bermain bersama Dany. Yang ada dipikaran ku saat
itu hanyalah Dany,Dany dan Dany orang yang paling menyayangiku. Ketika itu Dany
mengajak ku bermain basket, aku pun mau ikut dengan dia, dia mengajarkan ku
basket dengan begitu sabar. Tapi karena aku memang tidak terbiasa main basket, baru
sebentar saja aku main akupun langsung kecapean. Dany mentertawakan ku
terus-menerus dan mengejek ku.
“
Aduhh cemen nih, baru segitu aja udah cape, dasar anak manja yang sukanya main
sama ayah ditaman hehehehe”
Ketika
mendengar perkataan Dany tentang ayah, aku pun teringat kepadanya, aku merasa
tersadarkan akan hal itu, apa kabar ayahku saat ini? sudah lama aku tidak
menghabiskan waktu dengan dia. Aku selalu pulang malam dan suasana rumah pun
sudah sepi dan ayah pun sudah tidur, aku juga tidak pernah menjenguk atau
melihat ayah dikamarnya. Tiba-tiba perasaan ku tidak enak, akupun cepat-cepat
mengajak Dany pulang, sebenarnya Dany tidak mau pulang buru-buru tetapi aku
memaksanya dan ia pun mau mengantarkan aku pulang meski raut mukanya agak
sedikit sebal.
Sesampai dirumah kubuka pintu rumahku perlahan,
kulihat seisi rumah yang sangat kotor karena sudah lama tidak dibersihkan, debu
pun menempel dimana-mana. Sudah sebulan terakhir ini aku tidak pernah
membersihkan rumah. Aku selalu pulang malam dan langsung tertidur karena
kecapean bermain bersama Dany. Aku pun mulai merapihkan rumah terlebih dahulu
sebelum melihat ayah di kamar, aku tau ayahku berada di dalam kamar karena
suara batuknya terdengar oleh ku. kurapihkan seisi rumah itu dengan sangat
rapih, sampai ku dengar adzan magrib sudah berkumandang. Mendengar adzan magrib
akupun langsung bergegas mandi dan langsung menjalankan ibadah shalat. Sesudah
shalat tiba-tiba terdengar suara
“PRANKKKK”, seperti suara gelas jatuh dari kamar ayahku. Aku cepat-cepat
mendatangi kamar ayahku, dengan rasa kekhawatiran yang tinggi kerena aku tau
ayahku dalam keadaan yang tak sehat.
Aku membuka pintu kamarnya dan
terlihat pecahan beling berserakan di lantai.
“
Ada apa yah?” aku bertanya dengan rasa
kekhawatiran yang tinggi.
“Tidak
ada apa-apa win, hanya tadi ayah mau minum tak sengaja gelasnya jatuh. Kamu belum
tidur Win?” Ayah menjawab dengan nada suara yang lemah.
“Aku
belum ngantuk yah!” Aku menjawab pertanyaan ayah sambil merapihkan pecahan
beling yang berserakan.
“Oh
begitu, bisakah kamu duduk disamping ayah Win?” memandang ku dengan tatapan penuh
arti.
“Tentu
yah, memang ada apa?” aku menjawab dengan nada penasaran.
“Tidak
ada apa-apa, ayah hanya ingin berada didekatmu saat ini dan kalau bisa ayah
ingin selalu berada didekatmu selamanya karena kamu satu-satunya putri yang ku
miliki, maka aku pun sangat menyayangi kamu.” Sambil menghelus-helus rambutku.
“Maafkan
aku ayah karena sebulan kebelakangan ini aku telah mengabaikan ayah, aku janji
sekarang akan merawat ayah dengan baik” Air mata penyesalan pun mengalir dengan
derasnya.
“Iya
tidak apa-apa Win, ayah melihat kamu selama ini bahagia dengan teman cowo mu
itu yang sering menjemput dan mengantarkan mu pulang, ayah bahagia asalkan kamu
bahagia juga sayang” ayah tersenyum manis didepanku.
“Aku
akan selalu ada disisimu ayah, jadi ayah jangan khawatir, dan perlu ayah tau,
ayah adalah seorang yang sangat berarti bagiku karena ayah telah menjadi orang
tua tunggal setelah kepergian ibu.” Isakan tangis ku semangkin keras terdengar,
rasanya begitu sakit mengigat hal itu. Memang aku telah ditinggal oleh ibuku
sejak aku baru lahir, mungkin bisa dibilang aku penyebab kematian ibuku karena
ibuku meninggal setelah melahirkan ku kedunia ini, maka aku tidak pernah
merasakan kehangatan kasih sayang ibu dan hangatnya pelukan yang ia berikan
untuk aku.
Aku
sempat terdiam dan ayah melanjutkan percakapan yang sempat terhenti tadi.
“Iya
Win, tapi mungkin ayah yang tidak bisa berada didekat kamu seumur hidupmu,
Karena penyakit ini terus mengerogoti ayah, jadi bila ayah tak bersamamu lagi,
tolong kamu tetap menjalani hidup ini dengan semangat dan gapailah cita-cita
yang selama ini kamu idamkan menjadi seorang dokter”
Ayah
berkata dengan setetes air mata yang jatuh dari matanya.
Memang
ayahku selama ini mengidam kanker paru-paru dan sudah berobat ke puluhan dokter
namun tidak sembuh juga. Itulah sebabnya aku ingin menjadi seorang dokter
karena aku ingin menyembuhkan penyakit ayahku.
“Ayah
jangan berbicara sembarangan ah! Ayah harus kuat menghadapi penyakit ini karena
aku gak mau kehilangan ayah!” perkataan ayahku tadi memecahkan tangis ku lagi,
karena aku tidak ingin kehilangan dia.
“Iya
cantik, itu kan hanya pesan ayah saja. Ayah juga akan berusaha untuk melawan
penyakit ini, sudahlah kamu jangan menangis!” ayah mencoba menenagkan aku agar
aku tidak menangis lagi.
“Iya
yah, aku tidak akan menangis lagi, tapi ayah janji ayah gak boleh ngomong
seperti itu lagi” Aku menjawab dengan penuh harapan.
“Iya
ayah janji! Sudah malam, sana cepat kamu tidur!”
“Iya
yah, aku akan tidur!” aku bergegas pergi dari kamar ayahku.
Sebenarnya
aku tidak ingin meningalkan ayahku, aku ingin lebih lama disampingnya karena
saat berada didekatnya aku merasa senang lebih bahagia dari pada aku dekat
dengan Dany.
Malampun berlalu, keesokan paginya
ketika ku ingin mengantarkan makanan ke kamar ayah, tak terdengar suara apapun
dari kamar itu, padahal biasanya selalu terdengar suara batuk ayahku. Dengan
rasa heran aku mencoba membuka kamar ayahku dengan perlahan dan kulihat
disekeliling kamar ayahku dengan suasana yang begitu sepi dan ketika
pandanganku terarah oleh ranjang tempat tidur ayah yang berada disebelah
kananku, aku melihat ayahku sudah terbujur kaku tanpa sedikitpun nafas yang ia
hembuskan.
Tangispun memecah, air mata tak
berhenti–henti keluar dari mataku, sekujur tubuhku pun kaku, hatiku begitu
sakit sekali mengetahui hal ini, mulutku seakan terkunci hanya air mata yang
dapat menceritakan betapa hancurnya perasaanku ini. Aku tak tau apa yang
terjadi setelah aku meninggalkan kamar ayahku tadi malam. Semalam adalah
pertemuan terakhirku dengan ayah dan masih ku ingat pesan darinya agar aku
menjalani hidup ini dengan semangat dan aku harus mengapai cita-citaku menjadi
seorang dokter. Sempat kusesali kelakuan bodoh ku yang pernah melupakan ayah
karena kedekatan ku dengan Dany, padahal Dany bukanlah sesosok lelaki yang
pantas untuk aku sayangi, karena Karisa sempat bercerita kepadaku bahwa Dany
sempat mengutarakan perasaan cinta juga kepada Karisa, tapi karena aku sedang
tertipu oleh cinta Dany maka akupun tidak percaya dengan Karisa, akupun
memusuhi dia karena menurutku dia penghianat.
Namun saat ini aku tak tau apakah aku
kuat hidup didunia ini tanpa ayah disampingku? Mungkin takdir tidak dapat
ditolak dan waktupun tidak bisa diputar ulang sehingga aku harus dapat menerima
keadaan ini meski berat rasanya karena aku tidak memiliki siapa-siapa lagi di
dunia ini, karena ayah dan ibuku meningalkan ku sendiri di dunia ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar